Pertanyaan 'Islam Persis menganut imam siapa?' seringkali muncul dalam diskusi tentang gerakan Islam di Indonesia. Persatuan Islam (PERSIS), sebagai salah satu organisasi Islam tertua dan berpengaruh di Indonesia, memiliki karakteristik unik dalam pendekatan keagamaannya. Untuk memahami siapa imam yang menjadi panutan PERSIS, kita perlu menelusuri sejarah, prinsip-prinsip, dan tokoh-tokoh kunci yang membentuk pemikiran keagamaan organisasi ini. PERSIS tidak secara eksklusif mengikuti satu imam mazhab tertentu seperti yang lazim ditemukan dalam tradisi Sunni. Sebaliknya, PERSIS mengambil pendekatan yang lebih terbuka dan kritis terhadap berbagai sumber hukum Islam, termasuk Al-Quran, Hadis, dan pendapat para ulama dari berbagai mazhab. Pendekatan ini dikenal sebagai manhaj tarjih, yaitu metode pemilihan hukum yang dianggap paling kuat berdasarkan dalil-dalil syar'i. Dalam manhaj tarjih, PERSIS tidak terikat pada satu mazhab tertentu, tetapi berusaha untuk menggali langsung dari sumber-sumber utama ajaran Islam. Hal ini memungkinkan PERSIS untuk mengambil pendapat yang berbeda dari mazhab-mazhab yang ada, jika memang terdapat dalil yang lebih kuat yang mendukung pendapat tersebut. Meskipun tidak terikat pada satu mazhab, PERSIS sangat menghormati para imam mazhab seperti Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi'i, dan Imam Hambali. PERSIS mengakui kontribusi besar para imam mazhab dalam mengembangkan ilmu fikih dan hukum Islam. Namun, PERSIS juga meyakini bahwa pintu ijtihad (penafsiran hukum Islam) tidak pernah tertutup, sehingga umat Islam memiliki kewajiban untuk terus menggali dan memahami ajaran Islam secara mendalam. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa PERSIS tidak menganut satu imam mazhab tertentu secara eksklusif. PERSIS mengambil pendekatan yang lebih luas dan inklusif dalam memahami ajaran Islam, dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip Al-Quran dan Hadis. Pendekatan ini memungkinkan PERSIS untuk memberikan jawaban yang relevan terhadap berbagai permasalahan kontemporer yang dihadapi oleh umat Islam.
Sejarah dan Latar Belakang PERSIS
Untuk memahami lebih dalam tentang imam yang diikuti oleh PERSIS, penting untuk mengetahui sejarah dan latar belakang berdirinya organisasi ini. PERSIS didirikan pada tanggal 12 September 1923 di Bandung oleh sekelompok ulama yang memiliki semangat pembaruan Islam. Para pendiri PERSIS memiliki keprihatinan terhadap kondisi umat Islam di Indonesia pada saat itu, yang dianggap masih banyak melakukan praktik-praktik bid'ah (perbuatan yang tidak ada contohnya dari Nabi Muhammad SAW) dan khurafat (kepercayaan yang tidak berdasar). Oleh karena itu, PERSIS bercita-cita untuk memurnikan ajaran Islam dari segala bentuk penyimpangan dan mengembalikan umat Islam kepada pemahaman yang benar tentang Al-Quran dan Hadis. Salah satu tokoh kunci dalam pendirian PERSIS adalah KH. Zamzam, seorang ulama yang memiliki pemahaman mendalam tentang ilmu fikih dan ushul fikih. KH. Zamzam dikenal sebagai sosok yang kritis dan berani dalam menyampaikan pendapatnya, serta memiliki semangat yang tinggi untuk melakukan perubahan dalam masyarakat. Selain KH. Zamzam, terdapat pula tokoh-tokoh lain seperti KH. Abdurrahman, KH. Hasan Bandung, dan KH. A. Hassan yang turut berkontribusi dalam mengembangkan PERSIS. Pada awal berdirinya, PERSIS fokus pada kegiatan pendidikan dan dakwah. PERSIS mendirikan madrasah-madrasah dan pesantren-pesantren untuk menyebarkan pemahaman Islam yang benar kepada masyarakat. Selain itu, PERSIS juga aktif dalam menerbitkan buku-buku dan majalah-majalah yang berisi tentang ajaran Islam. Salah satu majalah yang terkenal adalah "Pembela Islam", yang menjadi wadah bagi para ulama PERSIS untuk menyampaikan gagasan-gagasan pembaruan Islam. Dalam perkembangannya, PERSIS tidak hanya fokus pada masalah-masalah keagamaan, tetapi juga terlibat dalam berbagai kegiatan sosial dan kemasyarakatan. PERSIS mendirikan rumah sakit, panti asuhan, dan lembaga-lembaga sosial lainnya untuk membantu masyarakat yang membutuhkan. PERSIS juga aktif dalam memperjuangkan hak-hak umat Islam di Indonesia, serta berkontribusi dalam pembangunan bangsa dan negara. Dengan demikian, PERSIS memiliki peran yang signifikan dalam sejarah perkembangan Islam di Indonesia. PERSIS telah memberikan kontribusi yang besar dalam memurnikan ajaran Islam, meningkatkan kualitas pendidikan umat Islam, dan memperjuangkan hak-hak umat Islam di Indonesia.
Manhaj Tarjih PERSIS: Pendekatan Pemilihan Hukum
Dalam menjawab pertanyaan 'Islam Persis menganut imam siapa?', kita perlu memahami konsep manhaj tarjih yang menjadi landasan utama dalam pengambilan keputusan hukum di PERSIS. Manhaj tarjih adalah metode pemilihan hukum yang dianggap paling kuat berdasarkan dalil-dalil syar'i. Dalam manhaj ini, PERSIS tidak terikat pada satu mazhab tertentu, tetapi berusaha untuk menggali langsung dari sumber-sumber utama ajaran Islam, yaitu Al-Quran dan Hadis. Proses tarjih dilakukan dengan cara membandingkan dalil-dalil yang ada dari berbagai sumber, kemudian memilih dalil yang dianggap paling kuat dan relevan dengan permasalahan yang dihadapi. Dalam melakukan tarjih, PERSIS menggunakan berbagai kaidah ushul fikih (metodologi hukum Islam) untuk memahami dan menafsirkan dalil-dalil syar'i. PERSIS juga memperhatikan konteks sosial dan budaya dalam pengambilan keputusan hukum, sehingga hukum yang dihasilkan dapat diterapkan secara efektif dalam masyarakat. Salah satu contoh penerapan manhaj tarjih dalam PERSIS adalah dalam masalah tahlilan. Tahlilan adalah tradisi membaca kalimat thayyibah (laa ilaaha illallah) dan doa-doa untuk orang yang telah meninggal dunia. Tradisi ini banyak dilakukan oleh masyarakat Muslim di Indonesia, namun terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukumnya. Sebagian ulama membolehkan tahlilan dengan alasan sebagai bentuk penghormatan kepada orang yang telah meninggal dunia dan sebagai sarana untuk mendoakan mereka. Namun, sebagian ulama lainnya melarang tahlilan dengan alasan tidak ada contohnya dari Nabi Muhammad SAW dan dianggap sebagai bid'ah. PERSIS melakukan tarjih terhadap masalah ini dengan membandingkan dalil-dalil dari Al-Quran dan Hadis, serta pendapat para ulama dari berbagai mazhab. Setelah melakukan kajian yang mendalam, PERSIS berpendapat bahwa tahlilan tidak memiliki dasar yang kuat dalam ajaran Islam dan termasuk dalam kategori bid'ah yang dilarang. Oleh karena itu, PERSIS menghimbau kepada umat Islam untuk meninggalkan tradisi tahlilan dan menggantinya dengan amalan-amalan lain yang lebih sesuai dengan ajaran Islam, seperti mendoakan orang yang telah meninggal dunia secara langsung dan bersedekah atas nama mereka. Contoh lain penerapan manhaj tarjih dalam PERSIS adalah dalam masalah qunut subuh. Qunut subuh adalah doa yang dibaca saat salat subuh setelah rukuk pada rakaat terakhir. Sebagian ulama menganjurkan untuk membaca qunut subuh, sementara sebagian ulama lainnya tidak menganjurkannya. PERSIS melakukan tarjih terhadap masalah ini dengan membandingkan dalil-dalil dari Al-Quran dan Hadis, serta pendapat para ulama dari berbagai mazhab. Setelah melakukan kajian yang mendalam, PERSIS berpendapat bahwa qunut subuh tidak termasuk dalam sunnah Nabi Muhammad SAW dan tidak dianjurkan untuk dilakukan. Oleh karena itu, PERSIS tidak menganjurkan kepada umat Islam untuk membaca qunut subuh. Dengan demikian, manhaj tarjih merupakan metode yang penting dalam pengambilan keputusan hukum di PERSIS. Melalui manhaj ini, PERSIS berusaha untuk memberikan jawaban yang tepat dan relevan terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam, dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip Al-Quran dan Hadis.
Tokoh-Tokoh Kunci PERSIS dan Pengaruhnya
Dalam menjawab pertanyaan 'Islam Persis menganut imam siapa?', penting juga untuk mengenal tokoh-tokoh kunci dalam PERSIS dan pengaruh mereka terhadap pemikiran keagamaan organisasi ini. PERSIS memiliki banyak tokoh ulama yang memiliki kontribusi besar dalam mengembangkan pemikiran keagamaan dan gerakan dakwah PERSIS. Salah satu tokoh yang paling berpengaruh adalah KH. A. Hassan. KH. A. Hassan dikenal sebagai seorang ulama yang cerdas, kritis, dan memiliki kemampuan retorika yang luar biasa. Beliau banyak menulis buku-buku dan artikel-artikel tentang ajaran Islam yang sangat berpengaruh dalam membentuk pemikiran keagamaan PERSIS. KH. A. Hassan juga dikenal sebagai seorang orator yang ulung, yang mampu membangkitkan semangat umat Islam untuk kembali kepada ajaran Islam yang murni. Selain KH. A. Hassan, terdapat pula tokoh-tokoh lain seperti KH. Zamzam, KH. Abdurrahman, dan KH. Hasan Bandung yang turut berkontribusi dalam mengembangkan PERSIS. KH. Zamzam dikenal sebagai seorang ahli fikih yang mendalam, KH. Abdurrahman dikenal sebagai seorang ahli tafsir yang mumpuni, dan KH. Hasan Bandung dikenal sebagai seorang организатор yang handal. Para tokoh PERSIS ini memiliki pemikiran yang kritis dan progresif tentang ajaran Islam. Mereka tidak segan-segan untuk mengkritik praktik-praktik bid'ah dan khurafat yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam yang murni. Mereka juga mendorong umat Islam untuk berpikir kritis dan рациональ dalam memahami ajaran Islam. Pemikiran-pemikiran para tokoh PERSIS ini telah memberikan pengaruh yang besar terhadap gerakan Islam di Indonesia. PERSIS telah menjadi salah satu organisasi Islam yang paling berpengaruh dalam memurnikan ajaran Islam, meningkatkan kualitas pendidikan umat Islam, dan memperjuangkan hak-hak umat Islam di Indonesia. PERSIS juga telah melahirkan banyak tokoh-tokoh ulama dan intelektual Muslim yang berkontribusi dalam pembangunan bangsa dan negara. Dengan demikian, tokoh-tokoh kunci PERSIS memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk pemikiran keagamaan dan gerakan dakwah PERSIS. Pemikiran-pemikiran mereka telah memberikan kontribusi yang besar dalam memajukan umat Islam dan bangsa Indonesia.
Kesimpulan: Memahami Panutan PERSIS
Sebagai penutup dari pembahasan mengenai 'Islam Persis menganut imam siapa?', dapat ditarik kesimpulan bahwa PERSIS tidak menganut satu imam mazhab tertentu secara eksklusif. PERSIS mengambil pendekatan manhaj tarjih, yaitu metode pemilihan hukum yang dianggap paling kuat berdasarkan dalil-dalil syar'i dari Al-Quran dan Hadis. Pendekatan ini memungkinkan PERSIS untuk mengambil pendapat yang berbeda dari mazhab-mazhab yang ada, jika memang terdapat dalil yang lebih kuat yang mendukung pendapat tersebut. Meskipun tidak terikat pada satu mazhab, PERSIS sangat menghormati para imam mazhab dan mengakui kontribusi besar mereka dalam mengembangkan ilmu fikih dan hukum Islam. PERSIS juga meyakini bahwa pintu ijtihad tidak pernah tertutup, sehingga umat Islam memiliki kewajiban untuk terus menggali dan memahami ajaran Islam secara mendalam. Tokoh-tokoh kunci PERSIS seperti KH. A. Hassan, KH. Zamzam, KH. Abdurrahman, dan KH. Hasan Bandung memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk pemikiran keagamaan dan gerakan dakwah PERSIS. Pemikiran-pemikiran mereka yang kritis dan progresif telah memberikan kontribusi yang besar dalam memajukan umat Islam dan bangsa Indonesia. Dengan memahami pendekatan manhaj tarjih dan peran tokoh-tokoh kunci PERSIS, kita dapat memiliki pemahaman yang lebih komprehensif tentang panutan PERSIS dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam. PERSIS terus berupaya untuk memberikan jawaban yang relevan terhadap berbagai permasalahan kontemporer yang dihadapi oleh umat Islam, dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip Al-Quran dan Hadis. Semoga pembahasan ini bermanfaat bagi kita semua dalam memahami lebih dalam tentang PERSIS dan kontribusinya dalam perkembangan Islam di Indonesia.
Lastest News
-
-
Related News
YouTube Earnings: How Much Do 45 Million Views Make?
Alex Braham - Nov 15, 2025 52 Views -
Related News
IIACE Construction & Engineering: Projects And Innovations
Alex Braham - Nov 17, 2025 58 Views -
Related News
Pseisportingse Logo: Download In PNG 512x512
Alex Braham - Nov 17, 2025 44 Views -
Related News
Volvo V40 Diesel: Common Problems & Solutions
Alex Braham - Nov 15, 2025 45 Views -
Related News
Yellowstone Volcano: Must-See Documentaries
Alex Braham - Nov 14, 2025 43 Views